Awal mulanya, polisi menangkap tiga tersangka atas nama Agus Riyadi alias Keling, Poice Sudrajad, dan Anggi Awang DS alias Desta dengan barang bukti 39 butir xtc. Ketiganya diketahui masih memiliki hubungan dengan Robert Steven yang ditangkap pada 9 Juli 2022 dan berperan sebagai penyedia xtc.
Krisno mengatakan bahwa pihaknya kemudian berkoordinasi dengan Ditjen PAS, hingga menangkap seorang warga binaan bernama Fahrial pada 18 Juli 2022 sebagai pengendali dari dalam lapas.
Saat itu, polisi mendapatkan informasi adanya pengiriman barang haram dari Jerman dalam jumlah yang besar. Barang haram tersebut diterima oleh seorang saksi berinisial A atas perintah Bayu Ahmed yang kini ditetapkan sebagai buronan.
Ia mengungkap jika paket tersebut terbungkus rapi dengan 13 kemasan yang jumlahnya 13.502 butir. Krisno mengatakan jika barang haram tersebut disembunyikan di alat makan, makanan anjing dan kucing yang dikemas dalam kardus coklat.
Polisi juga menangkap tersangka lainnya sebagai penerima paket, mereka adalah Irwansyah dan Sugito. Mereka dikendalikan oleh Chukwudkpe yang merupakan Warga Negara Nigeria dan merupakan warga binaan Lapas.
Seorang tersangka bernama Becce Komalasari yang merupakan seorang kurir juga ditangkap. Dalam melancarkan aksi kejahatannya, Becce menyerahkan paket berisi narkoba atas perintah napi Chukwudkpe yang bekerja sama dengan Emecha yang saat ini menjadi buronan polisi.
Sementara pada kasus kedua, polisi menangkap sembilan tersangka dari tempat hiburan malam Fox KTV Bandung merupakan pengembangan dari F3x Club Bandung. Dalam penangkapan tersebut, petugas menyita sejumlah barang bukti berupa 318 butir xtc, lalu 40,8 gram shabu, dan 277 butir erimin-5 disita.
“Kasus ini melibatkan pihak manajemen dan pemilik tempat hiburan,” ujar Krisno dalam keterangan persnya di Bareskrim Mabes Polri pada Kamis 11 Agustus 2022.
Barang haram tersebut beredar dari Sumantri Tanudin alias Adi yang telah ditangkap bersama dengan istrinya Nanik di Semarang, pada 2 Agustus 2022. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena diketahui telah mengirimkan 2.080 butir xtc ke Elly Herlina di Bandung.
Sementara itu, Elly memesan barang haram tersebut dari seorang bernama Morris di Surabaya. Morris pun kemudian ditangkap pihak kepolisian di apartemennya yang juga digunakan sebagai laboratorium clandestine untuk memproduksi happy water.
Serangkain pengusutan pun terus berlanjut, hingga polisi menangkap seorang bernama Andri di Bali. Dalam penangkapan tersebut, polisi menyita barang bukti berupa satu unit mesin cetak dan paket dari Malaysia yang berisi 700gr Cathinone.
“Happy water merupakan campuran xtc, ketamin, dan serbuk nutrisari yang dibuat tersangka morris di apartemennya untuk kemudian diedarkan di beberapa tempat hiburan malam di Surabaya, Semarang, dan Bali,” kata dia.
Risno pun mengungkap, jika salah satu tersangka dalam kasus tersebut merupakan polisi aktif dan mantan polisi yang berperan sebagai kurir. “Terdapat satu orang polisi aktif dan satu orang mantan polisi,” kata Krisno.
Ia mengatakan jika polisi aktif tersebut berperan sebagai kurir dari bandar yang merupakan pasangan suami istri, Paulus Setiawan dan Ever Tagoli. Sementara itu, seorang mantan polisi berperan sebagai kurir sekaligus pengguna narkoba.
“Mengakui bahwa dia sudah mengirimkan pengiriman beberapa kali, kalau pengakuannya tiga kali, jumlahnya bervariasi, yang pasti itu angkanya di ribuan, ada dua ribu, tiga ribu, sekian ribu, lalu dia mengirim kepada jaringan ini, baik kepada Paulus maupun kepada Juki, pemilik diskotek,” ujarnya.
Pasal primer yang disangkakan adalah Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancamannya adalah pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun penjara, dan pidana denda minimal Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar.
Sementara pasal subsider adalah Pasal 111 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancanamannya adalah pidana mati, pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp800 juta hingga Rp 8 miliar.
Disudir Reqnews.com