Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Nunukan atau Lanuka, memiliki cara hebat untuk merubah pandangan negatif masyarakat akan Lapas. Melalui inovasi Sarana Asimilasi dan Edukasi (SAE), ditambah upaya keras yang dilakukan oleh Kalapas Nunukan bersama tim, dengan memberdayakan keahlian para warga binaan, akhirnya Lapas Nunukan berhasil membangun kawasan wisata yang dinamakan SAE LANUKA, yang kini gemar dikunjungan berbagai wisatawan.
Jika umumnya mendengar istilah penjara saja, kita sudah agak merinding untuk membayangkannya. Akan terlintas jelas dibenak kita, jika Lembaga Pemasyarakatan, atau istilah kasarnya penjara, akan selalu dihuni oleh orang yang bermasalah, tidak ramah dan penuh dengan tekanan dan rasa was-was. Namun tidak demikian yang terjadi di LANUKA. Saat akan memasuki kawasan LANUKA, kita sudah bisa melihat gerbang kawasan wisata SAE LANUKA yang indah.
Kepada Equator TV, Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) klas II B Nunukan, I Wayan Nurasta Wibawa mengungkapkan, jika pembangunan kawasan wisata SAE LANUKA memakan waktu 7 bulan, dengan menggunakan keahlian Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berkolaborasi dengan petugas Lapas Nunukan (LANUKA) sehingga terbangunlah kawasan wisata SAE LANUKA ini.
“Membangun kawasan wisata ini kami tidak menggunakan pihak ketiga, kami justru memberdayakan tenaga WBP, namun sebelumnya tentu WBP ini kami bekali dulu melalui pelatihan yang bekerjasama dengan Politeknik Nunukan,” ujarnya.
Kalapas Nunukan yang akrab disapa Wayan ini, mengakui jika niatnya menyulap lahan kosong berupa padang ilalang menjadi tempat wisata ini penuh tantang besar, namun menjadi sangat mustahil bagi orang lain, namun ia terus memotivasi bawahannya dan warga binaan, tanpa disadari telah terbangun kawasan wisata yang telah dicita-citakannya sejak awal menjabat sebagai Kepala Lapas Nunukan
“Saya terus memberikan dorongan kepada bawahan saya dan kepada WBK bahwa kita bisa untuk melakukannya, memang jika dilihat sebelumnya terlihat sangat tidak mungkin. Tapi saya terus menyakinkan semua tim akhirnya dengan kolaborasi yang baik, maka terwujudlah taman ini dengan simbol ciri khas Kalimantan yakni Mandau tombak dan tameng. Sehinga gunung ini dikenal dengan Gunung Mandau”, kata Wayan.
Menurut Wayan, dengan terbangunnya Kawasan SAE LANUKA ini, memaksimalkan pemberdayaan WBP, misalnya untuk lahan pertanian, perkebunan sawit dan aren, budidaya peternakan, ayam, sapi dan bebek serta burung langka, juga seluruhnya menggunakan tenaga WBP.
“Warga binaan kami juga ternyata memiliki keahlian. Karena sebelum menjalani masa hukuman di LANUKA, warga binaan semuanya pernah ada yang berternak ayam, ada yang pernah bekerja dikelapa sawit, begitu juga lainnya, sehingga melalui kemampuan yang dimiliki oleh WBP ini akhirnya kami saling belajar dan saling mengisi”, jelas Kalapas Nunukan.
Wayan menjelaskan, jika seluruh petugas LANUKA memperlakukan WBP sebagai mitra, sahabat juga teman. Karena menurutnya, WBP menjalani masa hukuman disini karena nasib yang kurang beruntung. “Kami selalu memandang warga binaan kami adalah individu yang kurang beruntung nasibnya, bisa jadi lapangan pekerjaan yang sempit memaksa mereka untuk melanggar hukum. Tidak ada orang yang mau jadi penjahat. Siapa sih cita-citanya yang mau jadi penjahat? Tidak ada. Yang ada semua pengen jadi yang terbaik. Itu yang harus ditanamkan ke mainset masyarakat. Nah melalui kawasan wisata ini kami coba mengedukasi masyarakat”.
“Tanpa disadari, paradigma atau pandangaan masyarakat terhadap WBP kita perlahan-lahan sudah mulai berubah, setiap masyarakat yang berkunjung ke taman ini sudah mulai berinteraksi dengan WBP LANUKA. Artinya terjalin komunikasi yang sangat baik antara pengunjung dan warga binaan. Karena semua yang bertugas mengelola taman dan isinya adalah para WBP semua, mulai dari penjaga karcis, tukang kebersihannya, grup band yang menghibur pengunjung saat weekend, pengelola pertanian hingga perkebunan semuanya dari warga binaan. Jadi kami telah berhasil merubah paradigma masyarakat terhadap warga binaan melalui SAE LANUKA ini”, ungkap wayan.
Wayan menambahkan, perlakuan masyarakat terhadap WBP juga berdampak psikologis yang sangat besar terhadap warga binaan LANUKA. “Begitu masyarakat memberikan senyuman saja kepada warga binaan kami, maka warga binaan kami akan merasa sangat dihargai. Pemghargaan itu tentu akan memberikan motivasi kepada warga binaan untuk menjadi lebih baik kedepannya. Lihat saja ketika masyarakat berkunjung kesini, WBP kami pun menyambut pengunjung penuh dengan senyuman dan keramahan, itu dampak awal yang sebelumnya diberikan oleh pengunjung kepada WBP. Akhirnya motivasi WBP menjadi untuk lebih baik atas penghargaan itu”, jelas Wayan.
Wayan mengakui, jika pihaknya juga memberikan berbagai keterampilan dan pelatihan kepada warga binaan, dimana hasil karyanya semua telah dipasarkan hingga ke masyarakat, bahkan batik hasil WBP pun telah dibeli oleh jajaran Kementrian Hukum dan HAM. “Karena itu pengelolaan SAE LANUKA oleh wbp, memberikan penghasilan berupa premi untuk wbp dari setiap penjualan hasil produk SAE LANUKA itu sendiri. kami berusaha agar Lanuka ini serasa rumah sendiri bagi WBP, dan mencoba untuk membuat WBP betah dan termotivasi agar mau berkarya, seperti yang anda lihat tadi disni ada café, bangunan gereja dan masjid juga ada, dan tentunya kawasan wisata andalan kami SAE LANUKA, yang merupakan karya kolaborasi Lapas nunukan dan warga binaan. Mereka (WBP) punya potensi yang lebih baik kok jika diberdayakan dnegan tepat, salah satunya SAE LANUKA ini”, tutupnya.