EQUATOR TV-Internasional, Konflik antara Israel dan kelompok Hamas dari Palestina telah memasuki fase intensitas tinggi pada hari ke-28 serangan di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Pertempuran telah melebar, mengakibatkan dampak yang luas dan juga merambah ke negara-negara sekitar.
Peningkatan ketegangan ini telah menimbulkan kekhawatiran mendalam di komunitas internasional. Masyarakat dunia menyaksikan ketegangan antara kedua belah pihak yang telah mengakibatkan kerugian besar, terutama bagi warga sipil di kawasan tersebut.
Update terkait konflik di Timur Tengah menunjukkan bahwa situasi terus berlanjut dan memperlihatkan sedikit tanda-tanda penyelesaian. Masyarakat internasional terus memantau perkembangan situasi ini dengan harapan akan tercapainya gencatan senjata dan negosiasi damai antara Israel dan kelompok-kelompok di wilayah tersebut. Penyelesaian konflik ini menjadi fokus utama bagi banyak negara dan lembaga internasional dalam upaya mewujudkan perdamaian di wilayah tersebut.
“Berikut adalah 10 update dari konflik yang terjadi antara Israel dan Gaza, Palestina yang dikutip EQUATOR TV dari berbagai sumber. (3/11/2023).”
Korban terbunuh menyentuh angka 9.000 orang
Hingga kini, konflik antara Israel dan Gaza telah menelan korban jiwa yang mencapai angka yang mengkhawatirkan. Data terbaru yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan yang bermarkas di Gaza pada Kamis malam menunjukkan bahwa jumlah korban tewas di kalangan warga Palestina akibat serangan Israel telah melampaui 9.000 sejak dimulainya konflik Israel-Gaza.
Ashraf al-Qedra, juru bicara Kementerian Kesehatan, menyampaikan angka yang memilukan dalam sebuah konferensi pers. Dia menyebutkan bahwa jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 9.061, termasuk di antaranya 3.760 anak-anak dan 2.326 perempuan. Tak hanya itu, korban luka akibat konflik ini juga mencapai angka yang sangat tinggi, melampaui 32.000 orang.
Pasukan Israel dilaporkan melakukan 15 serangan dalam rentang 24 jam terakhir, yang menewaskan 256 orang dan melukai ratusan lainnya. Sementara itu, di sisi lain, tercatat bahwa 135 warga Palestina telah kehilangan nyawa di Tepi Barat sejak 7 Oktober.
Perang di kawasan tersebut tidak hanya merenggut nyawa warga, namun juga merenggut nyawa insan pers. Sebanyak 37 jurnalis dilaporkan tewas selama meliput perang tersebut. Dari jumlah tersebut, 32 di antaranya merupakan jurnalis Palestina, empat jurnalis berasal dari Israel, dan satu jurnalis berasal dari Lebanon. Situasi ini menegaskan bahwa konflik tersebut tidak hanya berdampak pada kehidupan warga sipil, namun juga pada insan pers yang berupaya memberikan liputan terkait konflik yang terus berkecamuk di wilayah tersebut.
Dalam 24 jam Terakhir 4 Kamp Pengungsi di gaza Hancur oleh Serangan Pasukan Israel
Dalam 24 Jam Terakhir, 4 Kamp Pengungsi Gaza Rusak Akibat Serangan Menurut Komisaris Jenderal UNRWA (Badan PBB untuk Pengungsi Palestina) Philippe Lazzarini, serangan Israel telah merusak empat kamp pengungsi di Gaza.
Serangan tersebut melibatkan sekolah di kamp pengungsi Jabalia, yang menyebabkan kematian sedikitnya 20 orang dan melukai lima orang. Kejadian serupa terjadi di sekolah lain di kamp pengungsi Beach di bagian utara Gaza, yang mengakibatkan kematian satu anak.
Dua sekolah di kamp pengungsi Al Bureij juga mengalami kerusakan parah akibat serangan tersebut, dengan dua orang dilaporkan tewas dan 31 lainnya terluka.
Lazzarini menyatakan, “Sejak dimulainya perang pada tanggal 7 Oktober, hampir 50 bangunan dan aset UNRWA terkena dampak, termasuk beberapa yang terkena dampak langsung.”
“Dalam konteks saat ini, ini termasuk bangunan-bangunan UNRWA yang digunakan sebagai tempat penampungan yang kini menaungi sekitar 700.000 orang,” ungkapnya.
“Sebanyak 25 tempat penampungan ini berada di Gaza utara, menampung 112.000 orang.”
Tak luput untuk dicatat, sekolah-sekolah yang berubah menjadi tempat penampungan yang diserang, menampung hampir 20.000 orang. Sedangkan, 72 staf UNRWA telah kehilangan nyawa mereka selama konflik berlangsung.
Ratusan Truk Berisi Bantuan Kemanusian Memasuki Jalur Gaza, namun…
Perhimpunan Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) telah mengumumkan bahwa sebanyak 102 truk yang memuat bantuan kemanusiaan telah tiba di Jalur Gaza melalui perbatasan Rafah. Meskipun demikian, sayangnya bantuan tersebut tidak termasuk pasokan bahan bakar yang sangat dibutuhkan.
Menurut pernyataan yang disampaikan PRCS melalui suatu postingan di platform X, barang-barang yang diangkut meliputi persediaan makanan, air, bantuan, obat-obatan, serta peralatan medis yang sangat dibutuhkan. Namun, pernyataan tersebut juga menegaskan bahwa belum ada izin yang diberikan untuk membawa bahan bakar, yang sebenarnya merupakan komponen vital bagi kelancaran operasional rumah sakit di wilayah tersebut.
Kehadiran bantuan kemanusiaan tersebut memberikan harapan bagi kebutuhan dasar penduduk di Jalur Gaza, meskipun absennya pasokan bahan bakar menjadi titik kritis yang perlu mendapat perhatian dalam upaya menyokong sistem kesehatan yang terdampak konflik.
“Dehumanisasi”Terhadap WN Palestina Pengaruh dari Pemimpin Politik
Pakar PBB yang memantau kondisi di wilayah pendudukan Palestina, Francesca Albanese, mengemukakan keprihatinannya terhadap apa yang disebutnya sebagai “dehumanisasi yang meluas” dalam konflik Palestina. Perhatiannya terutama terfokus pada meningkatnya tindakan kekerasan oleh para pemukim Yahudi terhadap warga Palestina di Tepi Barat, yang dia nilai sebagai suatu kejadian yang “belum pernah terjadi sebelumnya” di wilayah tersebut, di luar Gaza.
Albanese menyoroti bahwa tindakan kekerasan ini tampaknya didorong oleh para pemimpin politik dan militer Israel, yang kemudian menyebar ke level individu dalam masyarakat. “Menurut saya, tindakan ini… didorong oleh para pemimpin politik dan militer Israel, dan kemudian… merembes ke tingkat individu,” ungkapnya.
Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa perilaku dehumanisasi terhadap warga Palestina telah menyebar luas ke Eropa dan Amerika. Tren rasisme anti-Palestina dan meningkatnya Islamofobia menjadi perhatian serius.
Albanese dengan tegas menyinggung bahwa dia sendiri telah menyaksikan situasi di mana siswa dilakukan doxing, ancaman, serta terciptanya lingkungan yang dipenuhi kekerasan. Rasisme anti-Palestina dan meningkatnya Islamofobia menjadi hal yang semakin terlihat. Hal ini, menurutnya, sering kali diabaikan oleh para pemimpin politik lokal.
Pernyataan yang disampaikan oleh Francesca Albanese memberikan sorotan yang mendalam terhadap dampak luas dari dehumanisasi terhadap warga Palestina, serta menyoroti perluasan fenomena ini ke berbagai wilayah dunia.
“PERANG HARUS DIAKHIRI, BUKAN HANYA SEKEDAR JEDA KEMANUSIAAN”Aksi Protes Masif Menuntut Gencatan Senjata di AS
Protes menuntut gencatan senjata di Gaza telah merebak di berbagai wilayah di Amerika Serikat. IfNotNow, sebuah kelompok advokasi progresif dari komunitas Yahudi-Amerika, melaporkan bahwa para aktivis mereka telah menutup jalan raya di kota Durham, Carolina Utara, guna mendesak tercapainya gencatan senjata di Gaza.
Mengutip pernyataan kelompok tersebut dalam platform X, mereka menekankan urgensi tindakan, menyuarakan bahwa situasi yang tengah terjadi di Gaza tidak bisa terus berlanjut. Kelompok tersebut secara tegas meminta Presiden Biden untuk menghentikan serangan udara.
Selain itu, kelompok tersebut melaporkan bahwa aksi duduk telah berlangsung di stasiun kereta api terbesar di Philadelphia, Pennsylvania, dengan pesan yang sama, yakni kekerasan harus diakhiri.
“Kekerasan terhadap warga Gaza harus dihentikan, para sandera harus dibebaskan, dan solusi politik harus segera ditemukan. Lebih banyak korban jiwa tidak akan membawa solusi,” demikian pernyataan IfNotNow dalam unggahan terpisah di media sosial.
Sementara itu, seorang tokoh dari partai Demokrat dalam Senat Amerika Serikat, Dick Durbin, juga mendesak adanya gencatan senjata di Gaza, menyatakan perlunya tindakan segera.
“Saya rasa hal itu wajib dilakukan,” ujar Durbin, sambil menambahkan bahwa pembebasan tawanan yang ditahan di Gaza juga harus menjadi bagian dari kesepakatan gencatan senjata, sesuai wawancara yang dilakukan dengan CNN International.
“Kita harus mengakui bahwa ini adalah konflik yang sudah berlangsung selama beberapa dekade. Tapi, apa pun penyebabnya, situasinya kini telah mencapai titik yang tidak dapat ditoleransi,” ujar politisi Amerika Serikat tersebut terkait konflik Israel-Palestina.
“Kita memerlukan penyelesaian di Timur Tengah yang membawa harapan bagi masa depan.”
Seiring dengan eskalasi serangan udara di Gaza, tekanan semakin meningkat bagi pemerintah Amerika Serikat untuk menyerukan upaya mengakhiri perang. Namun, sebaliknya, pemerintahan Presiden Joe Biden justru meminta “jeda kemanusiaan” daripada menyerukan penghentian perang.
“Perang harus diakhiri, bukan hanya sekadar jeda kemanusiaan,” demikian penegasan terakhirnya.
Israel Mendapat Bantuan Dana 221 T dari AS
Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat, yang dikuasai oleh Partai Republik, telah menyetujui rencana undang-undang yang menyediakan bantuan sebesar US$14 miliar atau sekitar Rp221 triliun untuk Israel. Namun, langkah ini akan mengurangi alokasi anggaran badan pajak.
Kecaman Amnesty International Kepada Israel
Donatella Rovera dari Amnesty International mengungkapkan hasil penyelidikan terkait empat insiden yang terjadi pada tanggal 10, 11, 16, dan 17 Oktober di wilayah Gaza dan Lebanon. Penyelidikan tersebut menyoroti penggunaan fosfor putih oleh Israel, senjata yang telah digunakan di area yang melibatkan populasi sipil.
Rovera menyatakan kekhawatiran serius terhadap insiden-insiden tersebut, menyebut penggunaan fosfor putih oleh pasukan Israel sebagai suatu tindakan yang dalam sejarahnya telah memberikan dampak buruk bagi warga sipil.
“Ini adalah masalah serius karena fosfor putih sebelumnya telah digunakan oleh pasukan Israel dan berdampak buruk bagi penduduk sipil,” ujarnya.
Rovera menegaskan bahwa meskipun fosfor putih bukan termasuk dalam kategori senjata terlarang dan diizinkan untuk digunakan dalam medan perang oleh pasukan, namun penggunaannya seharusnya tidak terjadi di wilayah yang dihuni oleh warga sipil.
“Izin penggunaan senjata ini mungkin ada di medan perang dan di bawah hukum, tetapi penyalahgunaannya di wilayah dengan populasi sipil adalah tidak dapat diterima,” katanya.
Rovera menyoroti bahwa penyalahgunaan fosfor putih terlihat di Gaza dan Lebanon, dan menekankan bahwa hal ini tidak seharusnya terjadi lagi di masa depan.
“Hizbullah”Meluluhlantakkan Garis Pertahanan Israel
Sebuah kelompok yang berbasis di Lebanon telah mengklaim serangan terhadap posisi militer di sepanjang perbatasan pada pukul 15.30 waktu setempat. Mereka menyatakan telah menyerang posisi tersebut dengan menggunakan “peluru kendali, tembakan artileri,” dan senjata lainnya.
Intensitas tembakan lintas batas meningkat menjelang pidato pemimpin Hizbullah, Nasrallah, yang dijadwalkan pada Jumat. Serangan sebelumnya dari Lebanon juga mengenai posisi militer Israel dan sebuah kota di utara negara tersebut.
Israel Klaim Telah Mengepung Gaza dan Markas Besar HAMAS
Markas Gaza, pusat organisasi Hamas, telah dikepung oleh militer Israel pada Kamis malam, waktu setempat. Juru bicara militer Israel, Daniel Hagari, mengonfirmasi hal ini setelah berhari-hari memperluas operasi darat.
Hagari menyatakan kepada wartawan, yang dikutip oleh AFP, “Tentara Israel telah menyelesaikan pengepungan kota Gaza, pusat organisasi teror Hamas. Konsep gencatan senjata saat ini sama sekali tidak dibahas.”
Laporan yang sama juga diunggah oleh Al-Jazeera. Hagari menekankan bahwa pasukan Israel sedang melakukan serangan di pos-pos terdepan, markas besar Hamas, dan menghancurkan infrastruktur.
“Pertempuran langsung sedang berlangsung,” tandasnya, seperti yang dikutip oleh media Qatar tersebut.
Sejumlah laporan dari wartawan setempat menyebut bagaimana tank-tank Israel telah masuk ke dalam kota, termasuk di Al-Shifa dan Jalan Eldeen. Sumber tersebut juga menambahkan bahwa baku tembak sengit terjadi antara kelompok tempur dan tank Israel yang berusaha masuk ke pusat kota.
Kondisi di Gaza semakin mencekam, dengan suara-suara ambulans yang dilaporkan berkumandang di wilayah tersebut pada Jumat pagi.
Sementara operasi darat masih berlanjut, Israel terus membombardir wilayah tersebut, yang disertai dengan suara dengungan drone militer Israel yang terdengar di Gaza. Ini terjadi meskipun PBB telah mencatat bahwa sekitar 300.000 pengungsi Palestina masih berada di utara Gaza.
“Pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan kejahatan perang”PBB Mengutuk Israel
Pakar PBB menyoroti kesulitan dalam mencegah “genosida dan bencana kemanusiaan” di Gaza sambil mengutuk Israel atas penolakan mereka untuk “menghentikan rencana pemusnahan” wilayah Palestina yang tengah diserang.
Para ahli, termasuk beberapa pelapor khusus PBB tentang hak atas pangan, air minum yang aman, dan situasi di wilayah pendudukan Palestina, menyatakan keyakinan mereka bahwa rakyat Palestina saat ini menghadapi ancaman serius akan terjadinya genosida.
Pernyataan tersebut sejalan dengan posisi Kantor Hak Asasi Manusia PBB yang mengecam serangan Israel terbaru terhadap kamp pengungsi Jabalia, yang merupakan kamp terbesar di Gaza. Menurut Badan tersebut, serangan ini merupakan “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan dianggap sebagai kejahatan perang”.